Sejumlah anak usia sekolah dasar didiagnosis kecanduan judi online dari konten live streaming para streamer gim yang secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot.
Bocah-bocah itu disebut lebih boros, uring-uringan, tidak bisa tidur dan makan, menyendiri, dan performa belajar terganggu – indikasi yang mengarah pada kecanduan gim online – menurut dokter spesialis yang menangani anak-anak tersebut.
Alih-alih untuk membeli fitur gim, uang saku pemberian orang tua mereka gunakan untuk berjudi. Jika uang mereka habis karena kalah judi, perilaku mereka menjadi tak terkendali.
Pengamat keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, mengatakan pemerintah mesti menyeriusi persoalan ini karena target judi online bukan lagi orang dewasa, tapi generasi muda. Jika dibiarkan, Pratama meyakini masa depan mereka bakal hancur.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nezar Patria, mengakui perang terhadap judi online sangat berat sehingga mempertimbangkan membentuk satuan tugas yang terdiri dari kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kisah anak-anak yang kecanduan judi online
Dokter spesialis anak, Kurniawan Satria Denta, tak pernah menyangka bakal menangani anak kecanduan judi online.
Selama berpraktik, kasus yang ditangani kebanyakan kecanduan gim atau kesulitan belajar.
Tapi, kira-kira setahun terakhir gejalanya berubah.
Orang tua anak-anak tersebut rata-rata mengeluh hal yang sama: lebih boros, uring-uringan, tidak bisa tidur dan makan, menyendiri, serta performa belajar terganggu.
Secara umum, kata dokter Denta, indikasinya mengarah ke kecanduan gim online.
Namun setelah ditelusuri, uang yang diberikan pada anak-anak itu bukan untuk membeli fitur gim.
“Tapi benar-benar taruhan… kalau menang dari judi slot, dapat duit. Jadi secara psikologis anak-anak ini dikasih duit jadi lebih terpacu,” ungkap dokter Denta kepada BBC News Indonesia.
“Jadi gimana caranya [anak-anak] ini dapat duit untuk bisa main judi.”
Bocah-bocah itu, sambungnya, mengetahui judi slot dari streaming gim di YouTube lantaran akses mereka terhadap internet tak pernah putus.
Dari situ mereka mulai menggunakan uang saku pemberian orang tua – entah berupa tunai atau uang elektronik – untuk didepositkan.
Berdasarkan pengakuan mereka, deposit slot atau pasang taruhan tak melulu pakai rekening bank.
Ada cara lain yang lebih gampang: beli atau berbagi pulsa dan mengirim via dompet atau uang elektronik dengan nominal Rp10.000.
Kalau uangnya habis gara-gara kalah judi, perilaku mereka tak terkendali.
“Yang saya lihat ngamuk, banting-banting barang. Jadi lebih sensitif, bawaannya spaneng (stres) terus… misalnya disenggol sedikit meluap-luap…”
Sepanjang tahun ini, klinik KiDi spesialis anak di Pejaten, Jakarta Selatan tengah menangani hampir 50 anak kecanduan judi online.
Dari yang awalnya remaja SMA dan SMP, tiga bulan terakhir justru anak-anak SD kelas 5 dan 6, yang kebanyakan dari keluarga menengah atas.
Di usia sekolah dasar, anak-anak belum bisa menalar dengan benar.
Mereka tak bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Maka ketika ditawarkan judi online yang mirip gim, anak-anak itu tak tahu apa bahayanya.
Di sinilah persoalannya, kata dokter Denta.
Dalam jangka panjang kualitas hidup mereka akan makin terpuruk. Hal-hal buruk bisa terjadi kapan saja, katanya. Mulai dari tak ada gairah hidup, tak bisa fokus bekerja, bahkan terlilit utang.
“Yang paling fatal bunuh diri,” ucap dokter Denta.
Dokter Denta menambahkan, anak-anak yang datang padanya terbilang beruntung. Sebab orangtua mereka punya kesadaran dan dana untuk berobat
Tetapi bagaimana dengan bocah-bocah yang ekonominya pas-pasan dan jauh dari akses kesehatan. Sedangkan penetrasi digital sudah sangat masif.
“Jangan sampai tinggal menunggu waktu semuanya kecanduan judi online, persoalan ini sudah krusial.”